Sunday, April 24, 2011

Pengaruh Bahasa Pergaulan Terhadap Pendidikan di Sekolah

Manusia adalah “homo significans” yang memberi makna hidupnya dalam budaya. Manusia selalu berusaha mengatasi lingkungannya dengan menciptakan suatu instrument simbolis untuk berkomunikasi dengan sesama. Salah satu instrumen terpenting adalah bahasa. Bahasa merupakan totalitas tanda baik lisan maupun tulisan yang dengannya, manusia dapat berinteraksi dan memberi makna pada lingkungannya. Dengan bahasa, manusia dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan yang lain dan menamai jagat ini.
Dalam makalah ini, penulis hanya memfokuskan pembahasan pada bahasa pergaulan atau tangue/bahasa ibu. Bahasa pergaulan mengambil peran yang sangat penting dalam kehidupan suatu kebudayaan sekaligus menentukan atau menunjukkan nilai-nilai dalam hidup bersama. Senada dengan pembatasan penulisan di atas, makalah ini pun mau menelusuri pengaruh bahasa pergaulan (tangue) terhadap kemampuan berbahasa para siswa SMP Pax Ecclesia. Apakah bahasa pergaulan ini membawa pengaruh yang positif dan efektif pada kemampuan berbahasa baku seturut Ejaan Yang Disempurnahkan. Apakah yang ditimbulkan oleh keduanya?
Masalah Bahasa Pergaulan Manusia hidup bersama dan dalam korelasi dengan yang lain. Manusia tidak sendirian. Karena kebersamaan inilah, manusia mesti membutuhkan suatu sarana untuk mengkomunikasikan dirinya dan bersosialisasi dengan yang lain. Inilah yang menjadi ciri manusia sebagai makhluk sosial. Urgensitas kebutuhan inilah yang menuntut manusia untuk menciptakan bahasa sebagai sarana dalam bersosial. Bahasa muncul sebagai pemenuh kebutuhan asali manusia untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk sosial. Tanpa bahasa, manusia tidak mungkin memaknai segala yang ada di sekitarnya. Bahasa merupakan totalitas atau keseluruhan tanda baik lisan maupun tulisan, yang melaluinya manusia mengungkapkan segala perasaan, simpati dan keinginan atau pengetahuan kepada orang lain.
Di sinilah bahasa mengambil tiga (3) fungsi sekaligus yaitu fungsi komunikatif sebagai sarana untuk berkomunikasi, fungsi ekspresif yang memberikan kesaksian tentang kenyataan diri kita kepada orang lain dan fungsi deskriptif yakni menghasilkan pengetahuan tentang sesuatu.
Dalam suatu kelompok sosial, masyarakat menciptakan suatu bahasa pergaulan atau tongue untuk mengkomunikasikan segala yang hendak dikomunikasikan antara anggota kelompok tersebut. Ia menjadi begitu dekat bahkan melekat dalam diri anggota kelompok tersebut. Tanpa bahasa pergaulan, masyarakat tersebut tidak mungkin terbentuk menjadi suatu masyarakat. Ia menjadi syarat penting yang dengannya masyarakat secara bersama-sama bersepakat untuk membangun dan membentuk suatu masyarakat.
Karena relasi yang begitu dekat antara bahasa pergaulan atau tongue dengan masyarakat maka, bahasa juga menggambarkan dengan jelas nilai-nilai atau apa yang ada dalam masyarakat, seperti perkembangan masyarakat itu sendiri. Ia membahasakan dengan jelas karakter dan sikap masyarakat tersebut secara komunal atau kelompok. Dengan demikian, untuk mengetahui suatu kelompok, orang perlu mengenal dan mempelajari bahasanya.
Tidak berlebihan jika seseorang yang pandai berbahasa suatu bahasa, ia akan merasa diterima dan dihargai oleh kelompok pengguna bahasa tersebut. Misalnya, ketika kita sebagai orang Jogja pandai berbahasa Sunda di suatu lingkungan yang berbahasa Sunda, sudah pasti kita mudah diterima karena orang merasa dihargai dan dihormati.
Pengaruh Bahasa Pergaulan terhadap Pendidikan Formal di Sekolah
Ada beberapa indikator yang menentukan mengapa seseorang dalam hal ini para siswa sangat kuat dan erat bahasa ibu atau pergaulannya. Pertama, sejak dini atau lahir, anak sudah diperbiasakan dengan bahasa pergaulan. Proses pembiasaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak terutama dalam berbahasa. Bagi mereka, kesan atau pengalaman awal inilah yang sangat mempengaruhi proses perkembangannya ke depan. Sesuatu yang sudah dibiasakan akan sangat sulit untuk ditinggalkan atau diperbaharui. Kalau pun mungkin, proses itu butuh waktu yang cukup.
Kedua, lingkungan yang ada. Faktor lingkungan pun turut mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak. Lingkungan tidak saja menjadi obyek atau tempat namun turut mempengaruhinya. Anak yang sudah dibiasakan dengan bahasa ibu atau pergaulan yang demikian dan berada di lingkungan yang sama dalam bahasa maka akan memunculkan daya ingat dan daya serap yang sangat kuat.
Kedua indikator inilah yang menimbulkan mengapa seorang anak akan sangat sulit melupakan bahasa ibu atau pergaulan. Pengaruh bahasa pergaulan ini akan jelas terlihat dalam pendidikan di sekolah sebagai proses lanjut dari pendidikan di rumah. Masalah kedekatan atau kekentalan bahasa pergaulan siswa di atas akan membawa kesulitan tersendiri pada kemampuan berbahasa siswa terutama dalam kemampuan berbahasa secara baku yakni sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Kesulitan itu meliputi :
1. Kemampuan berujar secara tepat. Kekuatan dan kemampuan bahasa pergaulan menghipnotis siswa begitu kuat hingga siswa terus saja membawanya dalam bahasa-bahasa resmi yang baku. Pengucapan beberapa kata akan terlihat janggal karena faktor pembiasaan dari rumah dan lingkungan yang sudah mengeras. Contoh, menyebutkan kata “pegang”. Siswa cenderung menyebutkan kata “pegang” dengan sebutan “pegang” dengan e seperti menyebutkan “keju”. Padahal sebutan yang tepat adalah “pegang” dengan e seperti menyebutkan “belajar”.
2. Selain itu, kelekatan pada bahasa pergaulan akan sangat menyulitkan anak dalam bahasa penulisan yang tepat. Anak cenderung menuliskan secara lurus apa yang dipikirkan termasuk kata-kata yang diadopsi dalam bahasa pergaulan tanpa suatu proses pengolahan yang tepat.
3. Penempatan tanda baca. Siswa yang sudah sangat kental bahasa pergaulannya, akan sulit juga untuk menempatkan tanda baca yang tepat terutama tanda baca koma. Proses pembiasaan bahasa pergaulan secara lisan sejak dini akan sangat sulit bagi para siswa ketika menterjemahkan bahasa lisan ke dalam bahasa tulisan secara tepat.
Dari beberapa tantangan berbahasa di atas, saya sebagai pengajar Bahasa Indonesia berusaha semampu mungkin untuk membiasakan anak berbahasa secara tepat yakni sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Ada beberapa solusi yang saya tawarkan antara lain :
1. Menyadarkan siswa akan perbedaan dan fungsi dari bahasa pergaulan dan bahasa yang baku. Upaya pembedaan ini dimaksud untuk mengajak anak menyadari porsi dan tempat yang tepat bagi penggunaan kedua bahasa tersebut. Kapan mereka harus menggunakan bahasa pergaulan dan kapan bahasa yang baku mengambil peran.
2. Sebagaimana bahasa pergaulan, proses berbahasa secara tepat yang sesuai dengan EYD pun membutuhkan suatu upaya pembiasaan. Artinya, anak dilatih untuk berbahasa secara tepat baik secara lisan maupun tulisan setiap saat setidaknya selama berada di sekolah. Pembiasaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa pada siswa.
3. Proses penyadaran dan pembiasaan ini membutuhkan suatu kekuatan atau sanksi yang mengikat semisal hukuman menuliskan suatu alinea atau paragraf dengan bahasa yang baku atau jenis sanksi yang lain bagi mereka yang menggunakan bahasa pergaulan tidak pada waktu dan tempatnya. Sanksi inipun mesti disepakati bersama agar tidak menimbulkan masalah baru dan sejauh tidak memberatkan para siswa.
Penutup
Proses pendidikan di sekolah tidak menghapus proses pendidikan di rumah atau lingkungan artinya bahasa pergaulan yang sudah dihidupi anak sejak kecil tidak harus dihilangkan oleh pendidikan bahasa baku di sekolah. Upaya yang ditawarkan adalah bagaimana anak menyadari dan memutuskan secara dewasa dan bertanggung jawab, kapan kedua bahasa itu digunakan.
Memberanguskan bahasa pergaulan akan menimbulkan bahaya baru karena berbahasa merupakan suatu kebutuhan manusia. Ketika bahasa ini didiamkan, para siswa akan mencari model lain untuk mengekspresikan gelora jiwanya. Sama seperti ketika terlalu banyak kata, hidup menjadi terlalu prosa dan ketika terlalu mini kata, hidup menjadi terlalu puisi, demikian juga pada waktu mana bahasa pergaulan mendapatkan saluran ekspresinya dan kapan bahasa baku digunakan.